Gambar Sampul Bahasa Indonesia · i_Bab 9 Apresiasi
Bahasa Indonesia · i_Bab 9 Apresiasi
Indrawati

22/08/2021 08:52:01

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Cerita pendek termasuk karya sastra yang cukup digemari remaja, terutama

sebagai sarana mengisi waktu dan mendapatkan nilai-nilai etika, moral, dan

akhlak. Cerpen banyak dimuat di surat kabar, majalah, atau kumpulan cerpen

(antologi cerpen). Kita dapat menggali ajaran moral dan amanat yang ada di

dalamnya meskipun mungkin cerpen itu ditulis hanya sekadar untuk menghibur

atau memberikan kesenangan.

Dalam bagian ini Anda akan berlatih mengidenti

fi

kasi alur, penokohan, dan latar

dalam cerpen. Ketiga hal tersebut (alur, penokohan, dan latar) merupakan unsur

intrinsik cerpen. Unsur instrinsik ini sama halnya dengan unsur intrinsik pada

novel. Jika perlu pelajari kembali uraian mengenai unsur-unsur pembangun karya

sastra pada pelajaran sebelumnya (pembahasan tentang novel).

Sebuah cerita harus menggambarkan di mana cerita tersebut berlangsung dan

dalam suasana bagaimana cerita itu dilangsungkan. Latar atau setting bisa berupa

tempat atau situasi.

9

B

A

B

APRESIASI

A. Membaca Cerpen

Tujuan Pembelajaran

Pada subbab ini, Anda

akan mengidenti

fi

kasi alur,

penokohan, dan latar dalam

cerpen yang dibacakan.

Setelah mempelajari

subbab ini, Anda akan

dapat mengidenti

fi

kasi

dan menentukan alur,

penokohan, dan latar

dalam cerpen.

sawali64.googlepages.com

Gambar: Membaca cerpen.

118

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

Dalam cerita, setiap pelaku/tokoh memiliki karakteristik tersendiri. Penokohan/

perwatakan ini akan menentukan apakah cerita itu baik atau tidak. Pada

dasarnya, perwatakan dibagi menjadi protagonis dan antagonis. Protagonis

adalah watak yang mendukung (baik). Dalam cerita pasti ada tokoh dengan

watak yang baik atau sangat baik. Biasanya orang menyebutnya “yang punya

lakon”. Sementara watak jahat yang bertentangan dengan kebaikan disebut

antagonis. Ada juga istilah tritagonis untuk menyebut perilaku yang memiliki

kedua watak tersebut (baik, buruk).

Bacakanlah oleh dua orang atau beberapa orang warga belajar secara bergantian

dengan suara nyaring dan jelas. Simak dan pahamilah cerpen yang dibacakan

teman Anda!

Malin Kundang 2000

Cerpen Irwansyah Budiar Putra

Malam. Angin puting - beliung menyiutkan nyali,

halilintar menggelegar membuat badan menggigil.

Ombak besar bergulung-gulung bunyinya mendirikan

bulu roma. Pohon kelapa meliuk-liuk bagaikan sapu

lidi. Rumah-rumah bilik miring nyaris terbawa

terbang. Orang-orang terus berdoa, “Semoga kiamat

bukan hari ini.”

Pagi angin bertiup sepoi-sepoi. Langit cerah, biru

bersih. Air laut tenang. Ombak kecil menjilat bibir

pantai. Pohon-pohon kelapa bergerak mengikuti irama

burung. Para nelayan bersiul memandang desanya. Ini

bukan surga tapi jelas hari kiamat belum tiba.

“Lihat! Batu itu sudah tak ada,” seorang menunjuk.

“Batu apa?”

“Batu Malin Kundang!”

“Ke mana hilangnya?”

“Segerombolan orang kota pasti telah

membawanya!”

“Ya, tentu saja! Batu itu tidak mungkin pergi

sendiri.”

“Tetapi mungkin saja.”

“Tidak mungkin.”

“Mungkin kalau punya kaki.”

Penduduk Pantai Air Manis tak henti-hentinya

membicarakan batu yang selama ini mereka yakini

sebagai Malin Kundang, anak durhaka yang dikutuk

ibunya. Hingga kini tak ada seorang pun yang tahu

apakah riwayat Malin Kundang hanya dongeng belaka

atau pernah benar-benar terjadi. Tetapi, masyarakat

sangat mempercayainya, bahkan menjadi bahan

bacaan di sekolah-sekolah. Sejak kecil setiap anak

pun selalu diingatkan untuk tidak melawan orang

tuanya,” kelak akan dikutuk menjadi seperti Malin

Kundang.

“Ya”

“Selalu menjadi batu?”

“Tidak.”

“Lantas menjadi apa?”

“Terserah orang tua mengutuknya menjadi apa.”

“Menjadi monyet ... bisa?”

“Tentu.”

“Menjadi kura-kura?”

“Bisa.”

“Menjadi anjing.”

“Menjadi apa saja.”

“Menjadi apa saja?”

“Ya.”

“Termasuk menjadi orang kaya?”

Sang Ibu tersenyum, “Kutukan itu selalu tidak

mengenakan, anakku.”

“Mengapa orang tua tega mengutuk anaknya?”

“Karena si anak terlalu membuat sakit hati.”

“Berarti peribahasa ‘kasih ibu – bapak sepanjang

jalan, kasih anak sepanjang penggalan’ adalah

salah?”

“Tentu tidak.”

“Lalu kenapa si anak dikutuk?’

“Kelak kalau kamu sudah dewasa pasti akan

mengerti,” sang ibu menuntun anaknya bermain-

main di pinggir pantai.

119

Bab 9

Apresiasi

Sore. Orang-orang masih berkumpul di pantai.

Mereka masih berkumpul di pantai. Mereka masih

sibuk membicarakan batu yang hilang itu. Saat sang

ibu berjalan menuju kerumunan seorang lelaki muda

menghampirinya.

“Tidak mengajak si kecil, Bu?”

“Dia sedang tidur.”

“Ibu menyayanginya?”

“Sangat menyayanginya.”

“Jadi, jangan pernah ibu mengutuknya.”

Si perempuan mengerenyitkan dahi, “Anak tentu

bukan orang kampung ini.”

“Saya dilahirkan di sini.”

“Tetapi, saya tidak pernah melihat anak. Anak pergi

merantau?”

“Ya.”

“Ke mana?”

“Ke sebuah negeri yang kaya.”

“Lalu?”

“Aku menjadi orang kaya raya. Hartaku sebanyak

pasir di pantai.”

“Sungguh?”

“Ya, tetapi kemudian ibuku mengutukku.”

“Bagaimana anak tahu?”

“Karena aku menderita.”

“Doa orang tua untuk anaknya memang selalu

didengarkan Tuhan.”

“Mendoakan atau mengutuk?”

“Si perempuan meringis, “Apa yang terjadi pada

anak?”

“Seluruh harta yang kukumpulkan bertahun-tahun

hancur berkeping-keping dihantam ombak. Betapa

teganya ibuku.”

“Mungkin Anak telah membuat beliau sakit hati.”

“Tetapi, bagaimana dengan peribahasa ‘kasih ibu

– bapak sepanjang jalan, kasih anak sepanjang

penggalan’?”

“Tak ada yang salah dengan peribahasa itu, Nak.”

“Jika peribahasa itu benar, tentu ibuku tidak

mengutukku, ‘kan?”

“Sulit menjelaskannya, Nak.”

“Aku akan menuntut ibuku.”

“Kenapa?”

“Karena telah membuatku menderita.”

“Apa kutukan-kutukan yang diberikan beliau untuk

anak?”

“Menjadikan aku batu.”

***

PAGI. Masyarakat Pantai Air Manis dikejutkan tentang

berita Malin Kundang yang kembali menjadi manusia.

Berita pun langsung menyebar dari mulut ke mulut.

Seorang kaya di kampung itu, bahkan mengirimkan

faks ke redaksi media cetak dan elektronik. Karuan

saja para wartawan dari seluruh penjuru Indonesia,

bahkan luar negeri, berdatangan ke pantai di selatan

kota Padang itu. Mereka berebutan mewawancarai

Malin Kundang. Sebuah stasiun swasta Amerika,

malah menawarinya uang 10 juta bila ia bersedia

menjadi bintang tamu acara talk show andalan mereka.

Tetapi Malin Kundang menolak, “Saya tidak percaya

orang bule. Mereka selalu berbohong dan muna

fi

k.”

Dia memilih menggelar konferensi pers supaya tidak

ada yang diistimewakan.

“Benar Anda lelaki yang pernah menjadi batu?” Tanya

para wartawan yang mengerubungi Malin Kundang.

“Ya.”

“Apa buktinya?”

“Lihatlah, batu yang selama ini diyakini sebagai

tubuhku sudah tidak ada.”

“Bisa saja segerombolan orang telah mengangkatnya,

‘kan? Mungkin anak buah Anda.”

“Buktikan saja.”

“Mungkin juga kaki tangan orang kaya dari kota yang

berniat menjuial batu itu kepada kolektor barang

seni.”

“Buktikan kalau bisa.”

“Baiklah, lalu tahun berapakah Anda menjadi

batu?”

“Saat itu kami tidak mengenal tahun.”

“Bagaimana kejadiannya hingga Anda menjadi

batu?”

“Seperti cerita yang dikenal di masyarakat.”

“Termasuk yang ditulis di buku-buku cerita?”

“Ya.”

“Bagaimana Anda tahu ada benda yang bernama

buku cerita?”

120

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

“Selama ini aku tidak mati. Aku hidup, aku bernafas,

aku bisa melihat meski tubuhku menjadi batu dan tanpa

makan-minum. Itulah, kalian terlalu meremehkan

benda-benda mati dan tidak menghargai .”

“Jadi, Anda juga tahu kalau kisah hidup Anda pernah

di

fi

lmkan?”

“Tentu.”

“Jadi benar Anda anak Durhaka?”

“Jika itu dianggap durhaka.”

“Anda menolak sebutan itu?”

“Tentu saja.”

“Kenapa?”

“Puluhan tahun merantau, siang-malam bekerja keras

tanpa pernah melihat wajah ibuku, telah membuatku

lupa pada banyak hal. Jadi, begitu melihat perempuan

itu, aku yakin bahwa dia bukan ibuku.”

“Ohhh....”

“Seingatku, ibuku adalah perempuan muda yang

berbadan kuat. Bukan nenek-nenek.”

“Bukankah umur manusia bertambah?”

“Ya, tentu.”

“Jadi ibu Anda yang ketika Anda kecil adalah

perempuan muda, setelah Anda dewasa tidak mungkin

tetap menjadi muda, ‘kan?”

“Tetapi aku lupa wajah ibuku.”

“Keterlaluan sekali Anda. Padahal ibu Anda saja tidak

lupa wajah Anda.”

“Maklumlah puluhan tahun aku tidak melihat

wajahnya.”

“Berarti Anda memang anaknya ‘kan?” Kalau bukan

tidak mungkin itu menjadi kenyataan. Iya, ‘kan?”

“Ya....”

“Dan luka di kening itu yang juga dimiliki Malin

Kundang ketika kecil jatuh membentur panci kayu.”

“Bagaimana Anda tahu?”

“Aku membaca buku tentang legenda Anda.”

“Ya ... ya.”

“Lalu untuk apa setelah kaya raya Anda datang ke

pulau ini.”

“Aku hanya ingin mengunjungi tanah kelahiranku.”

“Bukan untuk mengunjungi ibu Anda?”

“Jika ia masih hidup, tentu aku akan bertemu ibuku,

‘kan?”

“Tapi begitu Anda melihatnya, kenapa Anda tidak

mengakuinya?”

“Sudah kukatakan, maklumlah, puluhan tahun aku

tidak melihat ibuku. Wajar saja jika tidak ingat lagi

wajahnya.”

“Ya. Ya, terselahlah.”

“Saat itu seharusnya dia tidak segera

mengutukku.”

“Maksudnya?”

“Seharusnya dia tahu, puluhan tahun merantau, siang

malam bekerja keras tanpa pernah melihat wajahnya,

wajar saja jika aku lupa.”

“Nyatanya tidak ada yang tahu tentang Anda di

perantauan. Tidak ada yang mengirim kabar, dan

tidak ada yang mencari kabar. Hanya ibu Anda

yang selalu mendoakan keselamatan Anda, juga

selalu bertanya pada setiap nakhoda yang kapalnya

bersandar di pulau ini. Tetapi, kabar tentang Anak

tidak juga ada.”

“Lalu.”

“Ibu Anda hanya tahu Anda anak durhaka.”

“Tetapi, seharusnya dia tidak mengutukku.”

“Ya, ya, ya, lalu apa yang akan Anda lakukan?’

“Tentu aku akan menuntut ibuku.”

“Tapi dia sudah meninggal, ratusan tahun yang

lalu.”

“Ya, tentu saja.”

“Ibu Anda meninggal tidak lama setelah Anda

menjadi batu.”

“Lalu?”

“Jadi Anda tidak perlu menuntutnya ‘kan?”

“Aku akan menuntutnya di hadapan Tuhan.”

“Kapan itu?’

“Setelah aku mati, di akhirat tentu saja.”

“Ibu Anda sudah ada di surga.”

“Karena mengutuk anaknya seseorang masuk

surga?”

Para wartawan tidak menjawab. Mereka hanya

saling pandang dan kasak-kusuk, seperti biasanya.

Ini benar-benar di luar dugaan semua orang.

“Apa jadinya kalau ia menuntut ibunya?”

“Iya, ya...?”

“Lalu apa kata Tuhan nantinya?”

“Lagipula siapa sih yang menghidupkan dia

kembali?’

“Barangkali saja penyihir.”

“Ngaco!”

“Tetapi tak apalah.”

121

Bab 9

Apresiasi

“Ya, memang tak apa, karena malah menguntungkan

kita jadi dapat berita bagus untuk diliput. Ya

‘kan?’

“Ya, ya.”

Akan tetapi, Malin Kundang sudah melenggang

pergi dan tinggal di Pulau Pisang Kecil yang

letaknya didak jauh dari Pantai Air Manis, bersama

monyet-monyet penghuninya. Setiap hari, lima

belas jam sehari, kerjanya hanya membuat kapal

layar, dengan dana dari sumbangan sukarela para

turis lokal yang datang dari kota Padang dan segala

penjuru Indonesia. “Aku akan merantau ke sebuah

negeri yang kaya, dan mencari harta yang banyak.

Hartaku yang dulu luluh lantak, belum sempat

menyenangkanku. Aku akan kembali menjadi

orang kaya.” Begitu jawabnya setiap kali ada yang

bertanya untuk apa dia membuat kapal. Selama dua

bulan dia bekerja hanya berhenti untuk makan dan

buang air besar, untuk membuat sebuah kapal layar

yang bertingkat-tingkat. Beguitu selesai kapal itu

dicat putih, lambangnya diberi tulisan Raja Mudo.

Layarnya terkembang, seluruh bagiannya dihiasi

bendera kecil warna-warni dan umbul-umbul.

Selesai shalat Jum’at di suatu hari di awal tahun

2000 bersama sepuluh orang lelaki berbadan gempal

yang membantunya membuat kapal, Malin Kundang

berlayar meninggalkan Pantai air manis. Orang-orang

melepas keberangkatannya dengan perasaan suka cita,

ada juga yang menangis tersedu-sedu, takut tidak

bisa lagi melihat Malin Kundang. Para wartawan

media cetak dan elektronik menjadikan peristiwa itu

sebagai berita utama. Bahkan stasiun TV swasta yang

pernah ditolak Malin Kundang menyiarkannya secara

langsung tanpa dipotong iklan.

***

Malam. Angin puting-beliung menyiutkan nyali.

Halilintar menggelegar membuat badan menggigil.

Ombak besar bergulung-gulung. Bunyinya mendirikan

bulu roma. Pohon kelapa meliuk-liuk bagaikan sapu

lidi. Rumag-rumah bilik miring nyaris terbawa

terbang. Orang-orang terus berdoa, “Semoga kiamat

bukan hari ini.”

***

Pagi Angin bertiup sepoi-sepoi. Langit cerah, biru

bersih. Air laut tenang. Ombak kecil menjilati bibir

pantai. Pohon-pohon kelapa bergerak mengikuti irama

burung. Para nelayan bersiul memandang desanya. Ini

bukan surga tapi jelas hari kiamat belum tiba.

Liu seorang bocah lelaki menemukan pecahan kapal

dan mayat Malin Kundang di Pantai Air Manis.

___________________***___________________

Latihan 1

1. Sebutkan tokoh dan penokohan cerpen yang

telah Anda baca!

2. Tulislah peristiwa-peristiwa yang terdapat

dalam cerpen tersebut!

a. Malam hari terjadi angin puting beliung

dan orang-orang terus berdoa

b. .............................................................

c. .............................................................

dst.

3. Berdasarkan peristiwa-peristiwa yang Anda

tulis, alur apa yang digunakan dalam cerpen

tersebut?

4. Daftarlah latar yang digunakan dalam cerpen

tersebut!

122

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

Pada pembelajaran sebelumnya Anda sudah belajar mengenal komponen

kesastraan dalam teks drama. Anda tentu masih ingat, bukan? Nah, pada

pembelajaran kali ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai drama, yaitu

menyangkut teknik pementasan drama. Hal-hal apa saja yang berkaitan dengan

teknik pementasan drama? Hal-hal yang berkaitan dengan teknik pementasan

drama, di antaranya teknik vokal, bentuk pementasan, dan kostum. Dapatkah

Anda menyebutkan hal-hal lain yang berhubungan dengan pementasan drama?

Sebutkanlah!

Nah sekarang baca dan hayatilah karakter para tokoh dalam drama berikut ini!

B. Mementaskan Drama

Tujuan Pembelajaran

Pada subbab ini, Anda akan

menggunakan gerak-gerik,

mimik, dan intonasi, sesuai

dengan watak tokoh dalam

pementasan drama. Setelah

mempelajari subbab ini,

Anda diharapkan dapat

memahami teks drama

yang akan diperankan,

menghayati watak tokoh

yang akan diperankan,

memerankan drama dengan

memerhatikan penggunaan

lafal, intonasi, nada/tekanan,

mikik/gerak-gerik yang

tepat sesuai dengan watak

tokoh.

Kehidupan Galilei

(Leben des Galilei)

Karya Bertolt Brecht

Panggung menggambarkan ruang kerja Galilei.

Gal : Jadi kau sudah mengerti apa yang aku jelaskan

kemarin?

And : Tentang apa?

Gal : Tentang kemarin.

And : Tentang Koppernikus dengan perputarannya

itu.

Gal : Ya.

And : Belum. Bagaimana mungkin Anda harapkan

aku mengerti? Aku masih sukar memahami.

Satu Oktober nanti usiaku baru genap

sebelas.

Gal : Apa salahnya kamu memahami, Nak? Aku

ingin, agar orang mengerti apa yang aku

pikirkan. Untuk itu aku bekerja dan uangnya

kubelikan buku-buku daripada kubayarkan

tukang susu.

And : Tapi kenyataannya aku selalu melihat, matahari

terbit di timur dan tenggelam di barat. Begitu

selalu. Matahari tidak pernah mandeg. Tidak

pernah dan tidak akan mandeg.

Gal : Apa? Kau katakan engkau melihat? Apa yang

kau lihat? Sebenarnya engkau tidak melihat

apa-apa. Engkau sekadar membelalakkan

matamu. Membelalakkan mata belum berarti

melihat.

(Gal menaruh meja waskom di

tengah-tengah kamar)

Nah, ini matahari.

Duduklah.

(And duduk di kursi, Gal berdiri

di belakangnya)

Coba katakan di mana

mataharinya? Di sebelah kanan atau di

sebelah kiri?

And : Di sebelah kiri.

Gal : Bagus. Dan sekarang bagaimana caranya

supaya matahari itu berada di sebelah

kanan?

And : Jika Anda memindahkan matahari itu ke

sebelah kanan, tentu!

Gal : Cuma begitu saja? Tidak ada cara lain?

(Gal

mengangkat And sekaligus dengan kursi

yang didudukinya dan memindahkannya

ke sebelah lain dari meja waskom)

Nah,

sekarang di mana mataharinya?

And : Di sebelah kanan.

Gal : Dan apakah matahari itu tidak bergerak?

And : Tentu tidak!

Gal : Jadi yang bergerak adalah ....

And : Aku.

Gal : Salah! Goblok! Kursinya!

123

Bab 9

Apresiasi

And : Tapi, aku kan melekat pada kursi itu!

Gal : Nah, kursi itu adalah bumi. Dan Engkau

berada di atas bumi itu.

(Sar masuk, mengatur

tempat tidur sambil memerhatikan)

Sar : Apa yang sedang Anda ajarkan kepada

anakku, Tuan Galilei?

Gal : Aku sedang mengajarkannya melihat,

Nyonya Sarti.

Sar : Dengan cara mengurung dia dalam kamar

seperti ini?

And : Jangan ikut campur, Bu. Ibu kan tidak

mengerti apa yang sedang kami pelajari.

Sar : O, ya, tapi apakah kau sendiri mengerti

pelajaran itu?

(Kepada Gal)

Jangan Anda

ajari dia hal yang sukar-sukar. Sedang

dua kali dua dikatakan lima. Dia selalu

salah wesel tentang apa yang Anda ajarkan

kepadanya. Malah kemarin dia memberitahu

aku, katanya bumi ini berputar mengelilingi

matahari. Ia yakin benar, karena katanya soal

itu tela diselidiki dengan saksama oleh orang

yang bernama Koppernikus.

And :

(Kepada Gal)

Bukankah Koppernikus

memang telah menyelidikinya dengan

saksama, Tuan Galilei? Lebih baik Anda

jelaskan sendiri kepada Ibu.

Sar : Apa? Jadi Anda sendiri telah mengajarkan

omong kosong semacam itu? Pantas anakku

ngomong kiri-kanan di sekolah. Sampai-

sampai para rohaniawan mendatangi aku,

gara-gara pernyataannya yang lancang yang

bisa membawa bencana itu. Anda patut malu,

Tuan Galilei.

Gal :

(Sambil sarapan)

Penyelidikan kami cukup

mempunyai dasar yang kuat, Nyonya Sarti.

Setelah melalui perdebatan yang sengit,

akhirnya Andrea dan aku sampailah pada

suatu penemuan baru. Tak lama lagi kita akan

menyingkap tabir rahasia yang menyelimuti

bumi kita. Akan tampil suatu zaman baru.

Zaman yang jaya, di mana dibutuhkan

kegairahan untuk hidup.

Sar : Ya..., mudah-mudahan dalam zaman baru itu

nanti kita masih mampu membayar tukang

susu. Tuan Galilei, di luar ada orang muda,

yang juga mempelajarinya. Pakaiannya bagus

dan membawa surat pujian.

(Sar menyerahkan

surat)

Semoga Anda tidak mengecewakan aku

dan janganlah Anda abaikan surat itu. Aku

prihatin tentang rekening susu itu.

(Kumpulan Drama Remaja, 1982)

Latihan 2

Setelah membaca teks drama “Kehidupan Galilei”,

buatlah kelompok kecil di dalam kelas Anda.

Tugas kelompok Anda adalah:

1. Cobalah diskusikan drama tersebut berdasarkan

unsur-unsurnya:

a) Tema

b) latar

c) pelaku dan perwatakan

d) dialog dan perilaku

e) alur cerita

f) kon

fl

ik

g) sudut pandang

h) pesan

2. Ceritakan isi drama di muka kelas sebagai

hasil diskusi Anda!

3. Apabila Anda mementaskan drama di atas,

diskusikan bagaimana hal-hal berikut:

a) bentuk pementasan,

b) dialog/dialek,

c) kostum

e) adat, dan

f) setting panggung

4. Pentaskanlah drama tersebut secara bergiliran!

5. Ketika kelompok lain tampil, tugas kelompok

Anda adalah menganalisis pementasan drama

tersebut berdasarkan teknik pementasannya.

Gunakanlah format berikut ini untuk

menganalisis!

Aspek yang

Dianalisis

Aspek yang

Dianalisis

Catatan/

komentar

124

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

Karya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu hasil karya yang dipandang memiliki

kadar ilmiah tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara

ilmiah. Karya ilmiah dapat dikomunikasikan secara tertulis dalam bentuk tulisan

ilmiah. Dapat juga disampaikan secara lisan dalam bentuk pidato atau orasi

ilmiah, atau melalui suatu bentuk demonstrasi. Dalam bahasan ini, pengertian

karya ilmiah lebih banyak ditekankan pada karya ilmiah tertulis dalam bentuk

tulisan ilmiah. Dengan demikian, tulisan ilmiah adalah semua bentuk karangan/

tulisan yang memiliki kadar ilmiah tertentu sesuai dengan bidang keilmuannya

(seperti sains, teknologi, ekonomi, pendidikan, bahasa dan sastra, kesehatan,

dan lain-lain).

Berbeda dengan karya sastra atau karya seni, karya ilmiah mempunyai bentuk

serta sifat yang formal karena isinya harus mengikuti persyaratan-persyaratan

tertentu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Tujuan penulisan karya ilmiah

adalah menyampaikan seperangkat keterangan, informasi, dan pikiran secara

tegas, ringkas, dan jelas (ABC=

accurate, brief,

dan

clear

). Walaupun demikian,

melalui kreativitas dan daya ungkap penulisnya, karya ilmiah harus disusun

sedemikian rupa sehingga menarik perhatian pembaca tanpa melupakan nilai-

nilai ilmiahnya.

Karya ilmiah pada dasarnya dikemukakan berdasarkan pemikiran, kesimpulan,

serta pendapat/pendirian penulis yang dirumuskan setelah mengumpulkan dan

mengolah berbagai informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik

teoretik maupun empirik. Kaya ilmiah juga bertolak dari kebenaran ilmiah dalam

bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan.

Titik tolak ini merupakan kerangka berpikir dalam mengumpulkan informasi

secara empirik.

Karya ilmiah tertulis dapat berbentuk artikel ilmiah popular (esai, opini, gagasan,

atau pendapat) usul penelitian, dan laporan penelitian atau pengamatan. Dalam

bentuki khusus yang bersifat akademik, karangan ilmiah dapat berupa makalah,

skripsi, tesis, dan disertasi, khususnya dipakai untuk menyelesaikan program

studi pada program sarjana, pascasarjana, dan doktor di perguruan tinggi.

Langkah-langkah menulis karya ilmiah

Penulisan karya ilmiah dapat dilakukan dengan langkah-langkah atau prosedur

yang sama, yaitu: (1) merencankan, (2) menulis, (3) mere

fl

eksikan, dan (4)

merevisi (membaca dan menulis kembali).

1. Merencanakan

Sebagai kegiatan yang bersifat kompleks, menulis memerlukan perencanaan yang

memadai. Dalam proses perencanaan tulisan, kegiatan berikut sangat penting

diperhatikan oleh setiap penulis.

a. Mengumpulkan bahan

Hampir semua penulis mengumpulkan segala sesuatu yang dia perlukan

berupa data, informasi, dan bacaan sebelum menulis. Tahap seperti inilah

C. Menulis Karya Ilmiah

Tujuan Pembelajaran

Pada subbab ini, Anda

akan menulis karya ilmiah

seperti hasil pengamatan

dan penelitian. Setelah

mempelajari subbab

ini, Anda diharap dapat

mendaftar hal-hal yang

perlu ditulis, menentukan

gagasan, menyusun

kerangka karya ilmiah,

mengungkapkan fakta,

data, dan menyunting

karya ilmiah.

125

Bab 9

Apresiasi

yang pada hakikatnya sebagai tahap pengumpulan bahan untuk menulis.

Sebagaimana orang yang akan mendirikan sebuah bangunan, ia akan

menyiapkan bahan-bahan dan alat-alat secukupnya untuk membangun

gedung tersebut.

b. Menentukan tujuan dan bentuk tulisan

Dalam penulisan ilmiah, tujuan dan bentuk yang dipilih sering ditentukan

oleh situasi. Misalnya, dalam membuat laporan pengamatan/penelitian,

format dan tujuan laporan mungkin sudah ditentukan oleh sponsor atau

pemberi dana penelitian. Segala upaya lain untuk memperluas tujuan yang

telah ditentukan itu pada umumnya cukup bermanfaat. Menyisihkan waktu

untuk menentukan bentuk tulisan ilmiah yang tepat, bahkan mempelajari

tulisan yang sama ditulis oleh orang lain atau lembaga lain. Cara seperti ini

dapat menghemat waktu dan tenaga yang cukup besa dalam mengerjakan

suatu laporan penelitian bahkan sampai mempublikasikannya.

c. Menentukan pembaca

Pembaca yang berbeda akan memerlukan bacaan yang berbeda pula. Oleh

karena itu, penulis perlu mengetahui keadaan pembaca sebaik-baiknya.

Apakah pembaca yang nantinya akan membaca tulisan itu memiliki

pengetahuan cukup banyak atau sedikit tentang bidang yang ditulis, dan apa

yang diharapkan/diperlukan pembaca dari informasi tersebut. Singkatnya,

penulis perlu mengetahui apa yang diinginkan, diperlukan, atau diharapkan

oleh pembaca.

2. Menulis

Bagi kebanyakan penulis yang sudah profesional, biasanya situasi memaksa mereka

untuk menulis sebelum benar-benar siap. Penulis yang belum berpengalaman

atau penulis pemula seringkali kurang tepat dalam memperhitungkan waktu

yang diperlukan untuk mengembangkan ide menjadi kata-kata yang tersusun

dalam rangkaian kalimat. Dalam penulisan ilmiah, karena kompleksnya isi dan

terbatasnya waktu, lebih baik menulis dimulai seawal mungkin, lebih-lebih

penulis sudah mempersiapkan materi sebagai bahan dasar penulisan, dan paling

akhir menyusun draf untuk mencapai hasil akhir.

3. Mere

fl

eksikan

Teknik atau cara yang sering digunakan oleh penulis karangan ilmiah sebelum

merangkum karangannya, mereka mere

fl

eksikan apa yang sudah mereka tulis.

Kesempatan ini memungkinkan penulis menemukan perspektif yang segar

tentang kata-kata yang pada mulanya tampak sangat betul tetapi kemudian terasa

salah. Penulis perlu bertanya kepada diri sendiri dengan pertanyaan, misalnya,

apakah tulisan yang dihasilkan benar-benar akan memenuhi tujuannya? Apakah

tulisan tersebut cocok dengan pembacanya? Apakah tulisan tersebut sudah

menginformasikan pesan secara cermat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat

dijawb dengan sungguh-sungguh dan penuh pertimbangan sehingga diperoleh

jawaban dan perspektif yang lebih baik.

4. Merevisi

Mengerjakan revisi dan membaca kembali tulisan merupakan langkah yang sangat

penting untuk menhasilkan tulisan yang baik. Akan tetapi, hal ini seringkali

126

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan langkah-langkah yang lainnya.

Revisi, perbaikan, dan penyempurnaan tulisan yang dikerjakan secara berhati-

hati dan saksama dapat menghasilkan tulisan yang jelas, terarah, terfokus, dan

sesuai dengan keinginan penulis dan pembaca. Penulis perlu mencoba merasakan

masalah yang mungkin muncul, dan menuntut perbaikan dari diri penulisnya

sendiri sehingga tulisan yang dihasilkan menjadi lebih baik dan layak baca.

Penulis perlu meneliti secara cermat apakah bukti-bukti yang disampaikan

benar-benar mendukung pernyataan-pernyataan yang diutarakan? Seberapa

banyak waktu yang harus digunakan oleh pembaca untuk memahaminya? Segala

sesuatu yang diperkirakan dapat menimbulkan salah paham agar dihindari dan

dihilangkan dari suatu tulisan ilmiah.

Tulisan ilmiah selalu membawa nama penulisnya. Oleh karena itu, penulis

sebaiknya tidak terlalu cepat puas dengan apa yang pernah ditulisnya. Penulis

harus berupaya agar pembaca tidak sampai salah memahami atau menafsirkan

tulisannya karena tidak jelas arah, fokus, dan tujuannya. Keefektifan sebuah

tulisan akan tampak dari adanya kesamaan pemahaman dan interpretasi pembaca

dan penulis.

Latihan 3

1. Jelaskanlah pengertian karya tulis, karya ilmiah,

orasi ilmiah, dan demonstrasi dalam bentuk

tulisan!

2. Apakah perbedaan dan persamaan antara karya

ilmiah populer dan karya ilmiah?

3. Apakah makna keterampilan menulis sebagai

suatu proses (kreatif)?

4. Susunlah kerangka tulisan ilmiah berikut

(pilihlah salah satu topik yang aktual):

a. makalah

b. laporan pengamatan

c. usul penelitian

5. Tulislah isi bagian pendahuluan tulisan yang

menyajikan latar belakang masalah serta

perlunya masalah tersebut dibahas!

6. Tulislah isi bagian pendahuluan tulisan yang

menyajikan tujuan penulisan dan manfaat yang

diharapkan!

7. Carilah contoh tulisan ilmiah dalam

bentuk laporan untuk Anda analisis bagian

pendahuluannya!

8. Bagaimana komentar dan pendapat Anda

terhadap contoh tulisan yang menyajikan

pendahuluan itu?

9. Susunlah karya tulis ilmiah dalam bentuk

laporan berdasarkan pengamatan Anda ketika

melihat bencana alam atau kegiatan lainnya!

10. Suntinglah dengan cermat tulisan ilmiah yang

telah Anda susun itu! Perhatikan aspek bahasa,

penyajiaan, dan isi tulisan!

Review (Rangkuman)

1. Alur, penokohan, dan latar merupakan unsur

intrinsik cerpen.

2. Hal-hal yang berkaitan dengan teknik pementasan

drama, di antaranya teknik vokal, bentuk

pementasan, dan kostum.

3. Karya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu hasil

karya yang dipandang memiliki kadar ilmiah

tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah. Karya ilmiah

dapat dikomunikasikan secara tertulis dalam

bentuk tulisan ilmiah.

127

Bab 9

Apresiasi

E

valuasi

A

khir

Bab 9

Refleksi Bagi Peserta Didik

Pada bab ini Anda belajar membaca cerpen, mementaskan

drama, dan menulis karya ilmiah.

Apakah Anda sudah mampu membaca cerpen? Apakah

Anda sudah mampu mementaskan drama? Apakah Anda

sudah mampu menulis karya ilmiah?

A. Pilihlah jawaban yang paling tepat!

1. Hal-hal di bawah ini termasuk unsur ekstrinsik sastra, kecuali ....

a. biogra

fi

pengarang

d.

point of view

(sudut pandang)

b. psikologi

e. politik

c. agama

2. ”Tak bisa kurang sedikit?”

“Tentu saja bisa, Mister. Dalam perdagangan, seperti Tuan maklum,

harga bisa damai. Apalagi Mister pecinta benda seni!”

Tammy tak mendengarkan lebih lanjut, dengan tangkas dia bangkit

kemudian ke belakang. Dia menulis sepucuk surat untuk Tuan Wahyono,

ahli keramik sebelah rumah. Dia suruh pelayannya cepat mengantarkan

surat itu.

“Aku minta bantuan Tuan Wahyono untuk menilai harga teko ini.

Dia adalah ahli keramik. Rumahnya di sebelah itu,” ujar Tami setelah

kembali duduk di dekat tamunya.

Amanat yang paling menonjol dari penggalan cerpen tersebut adalah

....

a. Dalam berdagang tidak bolwh memberikan harga mati.

b. Sebaiknya serahkanlah suatu urusan kepada orang yang ahli

c. Kita harus menjalin hubungan baik dengan tetangga yang

mempunyai keahlian

d. Menjadi pesuruh harus taat dan cekatan dalam bekerja

e. Surat dapat dugunakan untuk berkomunikasi dengan tetangga.

3. Pujian itu bukan yang pertama kalinya bagi Saliyem. Dia memutuskan

menjual makanan itu karena suaminya mengatakan bahwa dia pandai

membikin sambel pecel. Mertua di desa selalu menyerahkan kepadanya

pula jika acara makna mereka memerlukan ramuan sambel kacang.

“Mahal pasang nama,“ kata Saliyem: dan lagi apa to namanya! Kalau

orang tahu makanannya enak, itu sudah cukup.

Lho, penting punya nama! Kalau saya cerita nanti pada kawan, saya

makan pecel enak, lalu dia bertanya, makannya di mana, kan saya tidak

bisa memberikan keterangan jelas. Sedangkan kalau warung Anda punya

nama, kawan saya pasti mudah menemukannya.

(

NH. Dini “Warung Bu Sally”

)

128

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

Amanat yang tersirat dalam penggalan cerpen di atas ....

a. Kebodohan akan menimbulkan keluguan.

b. Pujian akan diberikan kepada orang pandai.

c. Pujian itu harus dikaji.

d. Nama sesuatu itu tidak begitu penting.

e. Nama itu sangat penting supaya mudah dikenali.

4. Tiba-tiba aku muak. Aku ingin muntah. Aku merasa jijik melihatnya. Aku

benci. Perasaan yang tak pernah timbul kini begitu tajkamnya mencekam

hatiku. Dan aku memegang klasar tangannya yang meraba bahuku. Niat

hendak mengenyahkannya. Tapi dia memegang tanganku kuat-kuat. Aku

harus lepas! Aku mau melepaskan diriku. Dan aku menolehkan mukaku

menol;ehkan ciumannya. Darahku tersirap.

Nilai moral yang terkandung dalam kutipan di atas adalah ....

a. Orang yang keras kepala dan sombong.

b. Orang yang berusaha keras melawan kekuatan laki-laki.

c. Orang yang ingin menunjukkan kemampuan membela diri.

d. Orang yang berusaha menjaga harga dirinya.

e. Orang yang ingin dikatakan teguh pendirian.

5. Dari hasil wawancara di lapangan, penulis menemukan banyak golongan tua

(orang tua, kaum pendidik, pejabat kelurahan, dan para pemuka masyarakat)

yang berpendapat bahwa sebenarnya pelajar mempunyai peranan yang besar

dalam pembangunan masyarakat terutama pembangunan lingkungan kelurahan.

Namun, pembangunan teresbut makin kecil sehingga saat ini tidak terlihat

peranan dan pengaruhnya.

Paragraf di atas merupakan kutipan karya tulis ilmiah, yakni bagian ....

a. kata pengantar d. pembahasan/isi

b. latar belakang e. saran

c. perumusan masalah

B. Bacalah penggalan drama di bawah ini!

Nyonya T : Aku sekarang punya bukti yang syah,

bahwa kau memang berpengalaman.

Tuan T

: Aku bersumpah, demi Tuhan, aku

jujur!

Ketika Nyonya itu memasuki ruang,

lantas bertanya

Nyonya T : Mana perempuan itu?

Sopinah : Sudah pergi, Nyonya.

Nyonya T : Sudah pergi?

Tuan T

: Nah! Apakah aku berdusta? Kau telah

membikin malu aku di kantor, sama

sekali tidak intelektuil!

Nyonya T : Emosi bisa mengalahkan intelektuilitet.

Oh, aku lupa di jalan mana dia tinggal.

He, ...

.(Dilihatnya Sopinah memegang

bunga)

. Mengapa bunga itu kau

pegang, taruh di dalam Vas!

Tuan T

: Penghinaan!

(Tuan Tabrin marah)

Sopinah : Vasnya sudah dibawa oleh Nyonya

itu!

Nyonya T : Dibawa?

Sopinah : Ya, dibawanya! Banyak yang

dibawanya! Radio Salon, Radio kecil,

kulkas, buffet kecil, dan juga Vespa

dimasukkannnya ke mobil.

(Tuan Tabrin terkejut, sama kagetnya

dengan istrinya. Dan dengan tangkas

Nyonya Tabrin bertanya)

Nyonya T : K e n a p a d i a b a w a ? K e n a p a k a u

biarkan dia membawanya? Aku

129

Bab 9

Apresiasi

tidak sudi! Aku tidak sudi! Sudah

suamiku diambilnya, radio salon juga

dibawanya. Radioku!

Kulkasku! Buffetku!

Tuan T

: Vas bunga souvenir juga dibawanya!

(Nyonya Tabrin melihat suaminya

dengan jengkel)

Nyonya T : Kan dia istrimu, tentu kau yang

menyuruh bawa vas bunga kecintaanmu

itu.

Sopinah : Memang begitu Nyonya. Katanya

Tuan Tabrin menyuuruh membawa

semuanya ini dan dia marah-marah

kepada saya dan saya ya cuma patuh

dan katanya juga akan datang ke

sini lagi,

(Sopinah mengeluh dalam-

dalam)

. Sabarlah Nyonya, dia ke sini

sebentar lagi.

Nyonya T : Aku sudah tak sabar lagi. Oh Tuhan,

aku sudah lupa nama jalannya tempat

dia tinggal. Perempuan itu manis

berbaju merah, aku jengkel sekali

sekarang. Berapa jam lagi dia datang?

(tergopoh)

Sopinah

: Barangkali sejam lagi, saya tidak tahu

Nyonya.

Nyonya T : S e k a r a n g

jam berapa?

(Kepada

suaminya. Tapi tiba-tiba melihat

tangannya tidak ada jam, lalu dicarinya

ke buffet, kemudian dia ingat bahwa

arlojinya, ditaruhkan di atas meja.

Tapi arloji itu sekarang sudah tidak

ada)

Arlojiku ....!

Tuan T

: Kemana arlojimu?

Nyonya T : Tadi kutaruh di meja ini, dan sekarang

sudah tidak ada. Sopinah, apakah

arlojiku juga dibawanya?

Sopinah

: Ya, barangkali, nyonya!

Nyonya T : Kenapa mesti kau bilang barangkali!

Tentu dia yang mengambilnya!

Tuan T

: Lebih baik dilaporkan kepada Polisi.

Nyonya T : Apa?

(Dengan wajah cemberut)

Kau

pura-pura lagi, bahwa hal ini akan

dilaporkan pada polisi! Bukankah dia

istrimu!

Tuan T

: Bukan

Nyonya T : Memang!

Tuan T

: Bukan

Nyonya T : J a d

ilah sekarang nampak betul

bagaimana karakter isterimu. Dia

mencuri arlojiku!

Tuan T

: Dia bukan isteriku

Nyonya T : Bohong!

Tuan T

: Dia Pencuri!

Nyonya T : Alaaah, jangan

pura-pura benci lagi kalau

hati di dalam senang setengah mati.

Sekarang aku tidak percaya lagi pada

kata-katamu.

Tuan T

: Terserahlah, tapi aku berani bersumpah,

bahwa aku tidak berbuat demikian. Aku

sudah cukup bahagia dengan kau.

Nyonya T : Jam berapa sekarang! Aku sudah gemes

betul!

Tuan T

: Aku berani sumpah, Kiki, aku tidak

main-main nih!

Nyonya T : Tunggu setengah jam lagi.

(

Dengan gundah Tuan Tabrin memikirkan

apa yang sudah terjadi

)

Tuan T

: Mari kita telepon saja sama polisi.

(Sambil mendekati telepon, tapi segera

dihalangi oleh Nyonya Tabrin)

Nyonya T : Kalau rahasia ini terbongkar, aku akan

membongkar seluruh rahasia kau. Aku

sudah benci sekarang, aku sudah benci.

(Tuan Tabrin berpikir, dan tiba-tiba

muncullah pikirannya itu)

Tuan T

: Kiki!

Nyonya T : Apa? Jangan pa

nggil lagi namaku dengan

mesra.

Tuan T

: Aku sekarang bisa melihat peristiwa ini

sebagai peristiwa kriminil!

Nyonya T : Memang kriminil!

Tuan T

: Wanita itu pencuri tingkat tinggi.

Nyonya T : Kau pembohong tingkat tinggi!

Tuan T

: Dengar, jangan turutkan hati panas!

Berpikirlah dengan sehat. Dia telah

membohongi kau, sehingga kau jadi

panas hati, dan kau lupa, bahwa kau telah

ditipunya, lalu kau pergi. Ketika kau

pergi itulah dia mengemaskan barang-

barang yang penting termasuk vespamu!

Wanita itu pencuri! Percayalah, Kiki!

(Nyonya Tabrin terdiam sebentar, dan

130

Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA-IPS

tetap tidak percaya)

Percayalah dia telah

menipumu! Sebusuk-busuknya suami,

dia tidak akan berbuat sekejam itu. Tiap

manusia punya rasa kemanusiaan.

Nyonya T : Aku tidak percaya!

Tuan T

: Percayalah! Dia pencuri abad modern!

(Nyonya T tertegun sesaat, berkali-kali dia

berpandangan mata dengan suaminya,

berkali-kali wanita itu mengatakan

tidak percaya, namun ketika akal

sehatnya berjalan menyelami

syarafnya, ia bertanya:)

Nyonya T : Benarkah wanita itu seorang pencuri?

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat dan jelas!

1. Deskripsikanlah karakter para tokoh dalam penggalan drama di atas!

2.

Kemukakanlah latar dan amanat drama tersebut!